Tampilkan postingan dengan label BISNIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BISNIS. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Desember 2013

KETERGANTUNGAN INDONESIA TERHADAP PRODUK IMPOR (BAGIAN 4)



1. Bawang Merah

Kementerian Perdagangan menyoroti kosongnya pasokan bawang merah di triwulan pertama. Situasi ini yang dipandang pemerintah sebagai biang keladi naiknya harga bawang merah.

Alhasil impor harus dilakukan pada semester I tahun ini untuk menutup konsumsi nasional dan menurunkan harga.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan bawang merah impor gelombang pertama akan datang 5 April mendatang. Selama dua bulan ke depan, 60.000 ton bawang merah dari luar negeri akan digelontorkan ke pasaran.

“Yang tanggal 5 itu puluhan kontainer. Tapi totalnya itu bisa 2.000 kontainer, kalau 1 kontainer itu kan 30 ton, ya 60.000 ton itu kurang lebih 2.000 kontainer dalam 2-3 bulan ke depan,” ujarnya di komplek DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/4).

2. Bawang Putih


Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk 16 perusahaan importir bawang putih. Bahkan, SPI yang dikeluarkan telah mencapai 90 persen dari total kuota 160.000 ton importasi untuk semester pertama tahun ini.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi menyatakan importir siap merealisasikan impor bawang dalam waktu dekat. Batas akhir berlakunya SPI tersebut sampai Juni mendatang.

“90 persen dari (kuota) 160.000 ton SPI-nya sudah keluar, (realisasinya) 135.000 ton,” ujar Bachrul di kantornya. Diperkirakan, 135.000 ton pasokan bisa datang akhir bulan nanti. Alokasi total impor bawang putih selama setahun ini mencapai 320.000 ton.
3. Pesawat
Sektor penerbangan termasuk salah satu bisnis yang seolah tidak terpengaruh kondisi ekonomi dunia yang masih diliputi ketidakpastian. Persaingan industri penerbangan di dalam negeri akhir-akhir ini semakin ketat, ditandai dengan maraknya aksi belanja pesawat untuk memenuhi tingginya kebutuhan penerbangan komersil.

Lion Air, tak cukup dengan perjanjian pembelian 201 unit pesawat Boeing 2011 lalu, akhir-akhir ini Lion Air telah menandatangani komitmen pembelian 234 pesawat Airbus satu lorong model terbaru yaitu keluarga A320 dan akan segera masuk ke Indonesia. Sky Aviation telah memesan 12 pesawat jenis Sukhoi Superjet 100, dan perlahan mulai didatangkan. Mandala Airlines menyebutkan bakal mendatangkan 15 unit pesawat baru. Pertengahan Maret, satu unit pesawat jenis airbus tipe A320 milik Mandala Airlines kembali mendarat di Bandara Soekarno Hatta.
4. Daging Sapi




Beberapa bulan lalu, masyarakat dikejutkan dengan melonjaknya harga daging sapi di kisaran Rp 90.000 per kilogram. Bahkan, harga daging bisa melonjak hingga menyentuh Rp 100.000 per kilogram menjelang hari raya Lebaran atau di saat pasokan daging minim.

Harga daging sapi di Indonesia disebut-sebut paling mahal sejagat. Tingginya kebutuhan daging nasional yang tidak seimbang dengan pasokan yang ada, kerap dituding sebagai penyebab meroketnya harga daging sapi di dalam negeri. Impor daging sapi menjadi salah satu solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus mengendalikan harga.

Daging sapi impor pun segera masuk ke Indonesia sebagai strategi andalan pemerintah mengendalikan harga di pasaran. Kuota daging impor mencapai 80.000 ton.
5. Buah










Ada lebih dari 200 kontainer berisi buah-buahan yang sudah tertahan sejak 1,5 bulan lalu, di pelabuhan Tanjung Perak. Kecenderungan kenaikan harga buah di pasaran mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan mengurus kebijakan khusus dengan Kementerian Pertanian agar produk hortikultura impor tersebut bisa keluar dari pelabuhan.

Perlakuan terhadap buah-buah impor itu akan seperti bawang putih. Yaitu, akan dibebaskan dari pelabuhan meski sebenarnya melanggar aturan.

Sejauh ini, jumlah kontainer yang tertahan masih simpang siur. Asosiasi Pengusaha Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia mengklaim ada lebih dari 500 kontainer berisi buah impor yang tertahan. Sementara dari data Kemendag yang punya izin baru 200-an kontainer.

Jumat, 29 November 2013

EKONOMI RI TERGANTUNG PADA IMPOR (2)


Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), laju impor Indonesia dalam tiga bulan terakhir selalu lebih tinggi dibandingkan aktivitas ekspor.

Jika ekspor Indonesia pada Mei 2012 mencapai US$16,83 miliar, pada bulan berikutnya justru menurun menjadi US$15,36 miliar. Penurunan ini juga sebetulnya terjadi pada aktivitas impor dalam dua bulan terakhir.

Laju impor Indonesia pada Mei 2012 tercatat mencapai US$17,04 miliar. Sementara itu, pada Juni 2012, melemah menjadi US$16,69 miliar. Sayangnya, nilai impor yang masih lebih tinggi dibandingkan ekspor menyebabkan Indonesia mengalami defisit perdagangan selama dua bulan terakhir.

Dalam enam bulan terakhir, BPS mencatat 10 produk nonmigas menjadi penyumbang terbesar nilai impor Indonesia. Porsi 10 komoditas tersebut mencapai 64,97 persen dari total nilai impor.
Laporan Bank Danamon berjudul Indonesia Economic Briefing yang diterima VIVAnews, Kamis, 2 Agustus 2012, menilai sejumlah indikator BPS menggambarkan kesuraman dari kinerja perdagangan Indonesia. "Laju ekspor terlihat menurun di sejumlah pasar tujuan utama Indonesia," ungkap laporan itu.

Sejumlah komoditas ekspor utama Indonesia juga dianggap turun cukup tajam, terutama di sektor pertambangan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai prospek perdagangan Indonesia ke depan. "Apakah benar-benar sesuram itu?" kata laporan tadi

Berikut adalah 10 barang impor utama selama setengah tahun terakhir:

1. Mesin dan peralatan mekanik
Mei 2012: nilai impor US$2,48 miliar
Juni 2012: nilai impor US$2,53 miliar
Semester I-2012: nilai impor 13,95 miliar

2. Mesin dan peralatan listrik
Mei 2012: US$1,64 miliar
Juni 2012: US$1,70 miliar
Semester I-2012: 9,47 miliar

3. Besi dan baja
Mei 2012: US$910,5 juta
Juni 2012: US$921,4 juta
Semester I-2012: 5,306 miliar

4. Kendaraan bermotor dan bagiannya
Mei 2012: US$927,3 juta
Juni 2012: US$911,9 juta
Semester I-2012: 4,93 miliar

5. Bagan kimia organik
Mei 2012: US$697,3 juta
Juni 2012: US$557,9 juta
Semester I-2012: 3,57 miliar

6. Plastik dan barang dari plastik
Mei 2012: US$676,7 juta
Juni 2012: US$622,4 juta
Semester I-2012: 3,52 miliar

7. Kapal terbang dan bagiannya
Mei 2012: US$406,9 juta
Juni 2012: US$402,3 juta
Semester I-2012: 2,35 miliar

8. Barang dari besi dan baja
Mei 2012: US$475,8 juta
Juni 2012: US$392,9 juta
Semester I-2012: 2,30 miliar

9. Serealia
Mei 2012: US$223,6 juta
Juni 2012: US$266,3 juta
Semester I-2012: 1,72 miliar

10. Pupuk
Mei 2012: US$299,5 juta
Juni 2012: US$298,6 juta
Semester I-2012: 1,54 miliar

Kamis, 28 November 2013

EKONOMI RI SANGAT TERGANTUNG PADA IMPOR (1)



RI Sulit Lepas dari Baja Impor 
Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Agus Tjahajana mengatakan hampir seluruh besi baja pada industri otomotif diimpor dari negara lain.
"Banyak produk baja yang belum dibuat di Indonesia, misalnya baja untuk otomotif yang 100% masih impor. Ada bagian-bagian luar yang impor, kalau bagian dalam sudah ada yang lokal. Kalau misalnya 1 mobil bajanya 600 kg baja, kalau dikali 1 juta itu sudah berapa," ujar dia di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (29/11/2013).
Dia menuturkan, produksi baja nasional saat ini baru sekitar 6-7 juta ton per tahun. Sementara kebutuhan baja nasional mencapai 9 juta ton per tahun."Itulah kenapa impor kita masih banyak tetapi itu biasa saja dalam perdagangan" lanjut dia.
Namun, Agus yakin dengan semakin banyaknya investor yang ingin menanamkan modal membangun pabrik baja di Indonesia serta diproduksinya mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) yang mempersyaratkan 80% komponen diproduksi dalam negeri, akan mendorong pertumbuhan industri baja nasional.
"Dengan adanya pembangunan pabrik itu saya rasa bisa segera kita penuhi (kebutuhan baja nasional)," tandas dia.(Sumber: liputan6.com)

ASEAN TAK PERLU MENIRU UNI EROPA

ASEAN tak perlu penyatuan mata uang


ASEAN tak perlu penyatuan mata uang
Ilustrasi
Negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) diyakini tidak memerlukan penyatuan mata uang, layaknya mata uang euro yang sekarang diberlakukan sebagai mata uang Uni Eropa.

CEO CIMB Group Dato' Sri Nazir Razak mengatakan, penyatuan mata uang ASEAN tersebut hanya akan berdampak buruk bagi negara-negara anggota ASEAN. Sebagai contoh, penyatuan mata uang tunggal di Uni Eropa pada akhirnya berdampak seperti penyakit menular ketika sebagian negara di zona tersebut mengalami krisis.

"Kita sudah lihat apa yang terjadi di Eropa dengan penyatuan mata uang tersebut," ujar Razak di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Jumat (30/11/2013).

Ketimbang menyatukan mata uang negara-negara ASEAN, dia berharap agar bea masuk impor antar negara ASEAN dapat dihapuskan. Hal itu penting dilakukan supaya negara-negara ASEAN lebih kompetitif.

"Akan ada investasi dan aktivitas perdagangan antar negara ASEAN. Hal ini akan memberikan Indonesia fleksibilitas dan tantangan tersendiri," kata dia.

Dia meyakini, tidak akan ada yang dirugikan dengan perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN.

"Satu yang akan menjadi pemenang adalah masyarakat ASEAN yang berjumlah 600 juta orang," tandas dia.

Sebelumnya, sejumlah pengamat mengatakan bahwa penyatuan mata uang harus memiliki semacam institusi yang menjamin adanya harmonisasi kebijakan antarnegara setiap saat. Harmonisasi kebijakan itu, misalnya defisit anggaran negara tidak boleh lebih dari tiga persen.

Penyatuan mata uang ASEAN sebelumnya dikhawatirkan akan menghadapi kendala besar karena heterogenitas negara-negara anggotanya. Misalnya, mata uang Indonesia berbeda dengan Kamboja, demikian juga Singapura dengan Laos.

Karena itu, terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 mendatang, dinilai tidak bisa langsung diiikuti dengan penyatuan mata uang. Pasalnya, untuk membuat mata uang tunggal ASEAN diperlukan tahapan yang lebih panjang dan kemauan politik. (Sumber: SindoNews).

shadow