Tingginya ketergantungan
pangan yang diperoleh dari impor menjadi masalah krusial pada masa
depan. Terobosan yang strategis harus dilakukan untuk mendorong
kemandirian pangan, di antaranya melalui gerakan kedaulatan pangan.
Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari menyatakan produk pangan
impor yang sangat dominan adalah gandum sebesar 100 persen, kedelai 60
persen, susu 70 persen, gula 54 persen, daging sebanyak 30 persen impor.
"Yang sangat mencengangkan dan memprihatinkan, Indonesia sebagai
negara maritim justru mengimpor garam dan sebagai negara agraris makan
singkong dari impor juga," kata dia, Rabu (16/10/2013).
Menurut dia petani tidak bisa disalahkan karena mereka menanam sesuai
kebutuhan dan kebiasaan pertanian lokal. Sebanyak 46 persen petani dari
total penduduk saat ini, bercocok tanam sesuai dengan tradisi di daerah
masing-masing. Yang perlu dikritisi menyangkut kebijakan pangan dari
pemerintah.
Program pertahanan pangan harus dikoreksi karena konsep dan
pelaksanaannya tidak sesuai dengan masalah internal pertanian nasional.
"Konsep ketahanan pangan tidak mengatur bagaimana pangan diproduksi dan
dari mana berasal. Ini jadi titik lemah konsep ketahanan pangan
nasional,” kata dia.
Sesuai dengan kondisi lokal di tanah air, program yang cocok adalah
kedaulatan pangan, yang di dalamnya mengatur produksi pangan sesuai
konteks lokal pertanian.
Mendorong gagasan kedaulatan pangan, Fakultas Pertanian meluncurkan
Gerakan Kedaulatan Pangan Nasional (GKPN) yang programnya meliputi;
kepemimpinan politik, sinergitas dan komprehensifitas kebijakan,
optimalisasi sumberdaya lahan dan air untuk pangan dan rakyat,
pemandirian proses produksi dan infrastruktur pendukung pangan
nusantara, pembudayaan pola konsumsi pangan nusantara serta penguatan
jaringan dan kelembagaan pangan.
Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno menyatakan kondisi pengaturan pangan
yang terjadi di Indonesia sangat ironis. Yang sangat bermasalah,
pemerintah tidak menganggap ada masalah besar berkaitan dengan pangan.
"Kita mengalami ketergantungan pangan dari asing namun seolah-olah tidak
ada persoalan terhadap kondisi pangan kita,” ujar dia. (A-84/A-88)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar